News Rantepao — Eksekusi lahan di Kecamatan Balusu, Toraja Utara berlangsung tegang setelah warga setempat menolak penggusuran. Aksi penolakan warga ini membuat aparat gabungan harus bekerja ekstra dalam mengamankan jalannya proses eksekusi.

Eksekusi Lahan Berujung Ketegangan di Balusu
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Namun, pelaksanaannya mendapat penolakan keras dari sebagian warga yang mengklaim masih memiliki hak atas tanah tersebut.
Baca Juga : Djuhandhani Rahardjo Puro Resmi Jabat Kapolda Sulsel Gantikan Rusdi Hartono
Sejumlah aparat keamanan dari Polres Toraja Utara dan Satpol PP diturunkan untuk mengawal proses eksekusi agar berjalan sesuai prosedur. Meski demikian, suasana sempat memanas karena warga tetap bertahan di lokasi lahan dengan mendirikan barikade dan spanduk penolakan.
Warga Bersatu Menolak Penggusuran
Penolakan penggusuran ini disuarakan langsung oleh tokoh masyarakat Balusu. Mereka menilai eksekusi lahan tidak memperhatikan kondisi sosial warga yang telah lama bermukim di lokasi tersebut.
“Kami bukan menolak hukum, tetapi kami minta ada solusi yang adil. Kami sudah tinggal di sini puluhan tahun dan lahan ini adalah sumber penghidupan kami,” ujar salah satu warga, Yohanis, saat ditemui di lokasi.
Warga juga berharap pemerintah daerah turun tangan untuk memfasilitasi mediasi antara pihak pemilik lahan yang sah secara hukum dengan masyarakat yang terdampak.
Pemerintah Daerah Dorong Dialog dan Solusi Damai
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Toraja Utara menyatakan keprihatinannya. Wakil Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong, menegaskan bahwa pihaknya akan berupaya mendorong solusi damai dengan mengedepankan dialog.
“Kami berharap semua pihak dapat menahan diri. Pemerintah daerah siap memediasi agar eksekusi tidak menimbulkan kerugian sosial yang lebih besar. Solusi win-win perlu dicarikan demi kepentingan bersama,” ujarnya.
Tantangan Penanganan Sengketa Agraria
Kasus eksekusi lahan di Balusu menjadi potret nyata kompleksitas sengketa agraria di Indonesia. Konflik pertanahan yang melibatkan warga dengan pemilik lahan sah sering kali menimbulkan gesekan sosial. Karena itu, penyelesaian yang melibatkan pemerintah, aparat hukum, dan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Penutup
Eksekusi lahan di Balusu, Toraja Utara, yang diwarnai penolakan warga menunjukkan perlunya pendekatan persuasif dan solutif. Meski hukum harus ditegakkan, perlindungan hak-hak masyarakat juga tidak boleh diabaikan.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari pemerintah daerah dan aparat terkait untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa mengorbankan kesejahteraan sosial. Dengan komunikasi yang baik, diharapkan konflik ini dapat diselesaikan dengan damai tanpa menimbulkan kericuhan lebih lanjut.